Full - Perilaku Organisasi
BAB
II
PEMBAHASAN
Apa
Struktur Organisasi itu ?
Struktur organisasi (organizational structure) menentukan bagaimana pekerjaan dibagi,
dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal. Ada enam elemen kunci yang
perlu diperhatikan oleh para manajer ketika mereka hendak mendesain struktur
organisasi mereka. Keenam elemen tersebut adalah spesialisasi kerja,
departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan
desentralisasi, serta formalisasi.
Beberapa Pertanyaan dan Jawaban Penting untuk Mendesain
Struktur
Pertanyaan
Kunci Jawaban
diberikan melalui
1. Sampai
sejauh mana aktivitas dipecah Spesialisasi pekerjaan
menjadi
pekerjaan-pekerjaan yang
berbeda
?
2. Atas
dasar apa pekerjaan akan Departementalisasi
dikelompokkan
?
3.
Kepada siapa individu dan kelompok Rantai komando
memberikan
pertanggungjawaban
mereka ?
4. Berapa
banyak orang yang dapat diarahkan Rantai kendali
oleh seorang manajer
secara efisien dan
efektif ?
5. Dimana
wewenang pengambilan keputusan Sentralisasi
dan desentralisasi
berada ?
6.
Sejauh mana aturan dan ketentuan untuk
Formalisasi
mengatur dan
mengarahkan karyawan dan
manajer diperlukan ?
Spesialisasi
Pekerjaan
Saat ini, kita
menggunakan istilah spesialisasi
pekerjaan (work specialization),
atau pembagian tenaga kerja (division of
labour), untuk menggambarkan sejauh mana berbagai kegiatan dalam organisasi
dibagi-bagi menjadi beberapa pekerjaan tersendiri. Hakikat dari spesialisasi
pekerjaan adalah ketimbang seluruh pekerjaan dilakukan oleh seorang individu,
pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah tahap, dengan masing-masing tahap
diselesaikan oleh seorang individu tersendiri. Intinya, individu mengkhususkan
diri dalam melakukan bagian dari suatu kegiatan ketimbang seluruh kegiatan.
Departementalisasi
Setelah
memecah-mecah pekerjaan melalui spesialisasi, Anda perlu mengelompokkannya
bersama sehingga tugas-tugas yang sama dapat dikoordinasi dalam satu basis.
Dasar pengelompokan bersama pekerjaan ini disebut departementalisasi (departementalizational).
Salah
satu cara paling populer untuk mengelompokan kegiatan adalah berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankannya.
Seorang manajer manufaktur bisa saja mengorganisasi sebuah pabrik dengan cara
memisahkan para ahli teknik, akuntansi, manufaktur, personalia, dan persediaan
ke dalam berbagai departemen yang lazim dikenal. Tentu saja, departementalisasi
berdasarkan fungsi dapat berubah guna mencerminkan tujuan dan aktivitas
organisasi. Sebuah rumah sakit mungkin memiliki departemen yang dikhususkan
untuk penilitian, perawatan pasien, pembukuan, dan sebagainya.
Rantai Komando
Tiga
puluh lima tahun silam, konsep rantai komando merupakan batu penjuru utama
dalam desain organisasi. Sebagaimana akan Anda lihat sekarang, konsep ini
sekarang kurang begitu penting lagi. Namun demikian, para manajer kontemporer
tetap harus mempertimbangkan implikasinya ketika memutuskan bagaimana sebaiknya
menyusun struktur organisasi mereka. Rantai
Komando (chain of command) adalah
suatu garis wewenang tanpa putus dari puncak organisasi ke eselon paling bawah
dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Konsep ini menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari karyawan seperti “Saya harus menemui siapa jika
punya masalah?” dan “Kepada siapa saya bertanggung jawab?”
Anda tidak dapat membahas rantai komando tanpa membahas
dua konsep lain yang saling melengkapi: wewenang
dan kesatuan komando. Wewenang (authority) mengacu pasa hak-hak yang melekat dalam sebuah posisi
manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintah itu
dipatuhi. Untuk memfasilitasi koordinasi, tiap posisi manajerial diberi sebuah
tempat dalam rantai komando, dan tiap manajer diberi tingkat wewenang tertentu
untuk memenuhi tanggung jawabnya. Prinsip kesatuan
komando (unity-of-komando)
membantu melanggengkan konsep garis wewenang yang tidak terputus. Prinsip ini
menyatakan bahwa seseorang hanya mempunyai satu dan satu-satunya atasan yang
kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Jika kesatuan komando putus,
seorang karyawan mungkin harus menghadapi berbagai permintaan atau prioritas
yang saling bertentangan dari beberapa atasan.
Rentang
Kendali
Berapa
banyak karyawan yang dapat diarahkan secara efisien dan efektif oleh seorang
manajer? Pertanyaan mengenai rentang
kendali (span of control) ini
penting karena, hingga kadar tertentu, menentukan jumlah tingkatan dan manajer
yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi. Dengan mengandaikan semua hal sama,
semakin lebar atau besar rentangnya, semakin efisien organisasi. Sebuah contoh
kiranya dapat mengilustrasikan kesahihan pernyataan ini.
Asumsikan kita memiliki dua
organisasi, yang keduanya memiliki kurang lebih 4.100 karyawan tingkat
operasional. Sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 1, jika salah satunya
memiliki rentang kendali yang seragam atas empat orang dan yang lain rentang
kendali atas delapan orang, rentang yang lebih lebar akan memiliki dua tingkat
lebih sedikit dan kurang dari 800 manajer lebih sedikit. Jika manajer
kebanyakan menerima 50.000 dolar per tahun, rentang yang lebih lebar akan
menghemat 40 juta per tahun untuk membayar mereka! Jelas, rentang kendali yang
lebih lebar akan lebih efisien dalam hal biaya. Namun, dalam keadaan tertentu,
rentang yang lebih lebar bisa mengrangi keefektifan. Itu terjadi jika rentang
tersebut menjadi terlalu lebar: kinerja karyawan memburuk karena para penyelia
tidak lagi memiliki waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang
diperlukan.
Rentang yang sempit atau kecil
memiliki pengusungnya sendiri. Dengan membatasi rentang kendali pada lima atau
enam karyawan, seorang manajer dapat mempertahankan kendalinya secara baik.
Tetapi, rentang yang sempit memiliki tiga kelemahan. Pertama, hal ini akan
mahal karena memperbanyak tingkatan manajemen. Kedua, hal ini membuat
komunikasi vertikal dalam organisasi lebih rumit. Tingkat hierarki tambahan
tersebut memperlambat pengambilan keputusan dan cenderung mengisolasi manajemen
atas. Ketiga, rentang kendali yang
sempit mendorong supervisi yang terlalu ketat sehingga menghambat otonomi
karyawan.
Tren belakangan ini adalah kearah rentang kendali yang
lebih lebar. Hal ini selaras dengan upaya perusahaan saat ini untuk mengurangi
biaya, memangkas overhead, mempercepat
proses pengambilan keputusan, meningkatkan fleksibilitas, menjadi lebih dekat
dengan pelanggan, dan memberdayakan karyawan. Namun, untuk memastikan bahwa
kinerja tidak memburuk lantaran pelatihan karyawan. Para manajer tahu bahwa
mereka dapat lebih baik menangani rentang yang lebih lebar jika karyawan
mengetahui pekerjaan mereka dengan baik atau dapat meminta bantuan kepada rekan
mereka ketika memiliki persoalan.
Gambar 1 : Membandingkan Rentang Kendali
Anggota pada tiap tingkat
|
||||||||||||
|
Asumsi
|
Asumsi
|
||||||||||
rentang 4
|
rentang 8
|
|||||||||||
1
|
||||||||||||
2
|
||||||||||||
3
|
||||||||||||
4
|
||||||||||||
Tingkat organisasi
|
5
|
|||||||||||
6
|
||||||||||||
7
|
Rentang 8 :
|
|||||||||||
Operasi
|
= 4.096
|
|||||||||||
Manajer (Tingkat 1-4)
|
= 585
|
|||||||||||
Rentang 4 :
|
||||||||||||
Operasi
|
= 4.096
|
|||||||||||
Manajer (Tingkat 1-6)
|
= 1.365
|
|||||||||||
Sentralisasi
dan Desentralisasi
Di beberapa organisasi, manajer puncak membuat semua
keputsan. Manajer tingkat bawah hanya menjalankan arahan manajer puncak. Di
ekstrem yang lain, ada organisasi yang pengambil keputusannya diserahkan kepada
para manajer yang paling dekat dengan suatu tindakan. Organisasi yang pertama
disebut ssentralistis; yang kedua desentralistis.
Istilah
sentralisasi (centralization) mengacu pada tingkat sampai sejauh mana pengambilan
keputusan dikonsentrasikan pada satu titik tunggal dalam organisasi. Konsep
tersebut hanya mencakup wewenang formal―yaitu, hak-hak yang melekat pada posisi
seseorang. Biasanya, suatu organisasi dikatakan sentralistis jika manajemen
puncak membuat keputusan-keputusan kunci organisasi dengan meminta sedikit
masukan atau tanpa masukan sama sekali dari personel tingkat bawah. Sebaliknya,
semakin banyak personel tingkat bawah yang memberikan masukan atau secara
aktual diberi kebebasan memilih untuk membuat keputusan, semakin desentralisasi
suatu organisasi. Organisasi yang dicirikan dengan sentralisasi secara inheren
berbeda dengan organisasi desentralistis. Dalam organisasi yang desentralisasi, tindakan untuk
memecahkan masalah dapat diambil dengan lebih cepat, lebih banyak orang bisa
memberikan masukan bagi keputusan, dan karyawan lebih kecil kemungkinannya
merasa terasing dari mereka yang membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupan
kerja mereka.
Selaras
dengan upaya-upaya manajemen dewasa ini untuk membuat organisasi lebih
fleksibel dan tanggap, ada tren yang tegas ke arah desentralisasi pengambilan
keputusan. Di berbagai perusahaan besar, manajer tingkat bawah lebih dekat
dengan “tindakan” dan, karenanya, memiliki pengetahuan lebih terinci mengenai
suatu permasalahan daripada manajer puncak.
Jika anda seorang manajer di
sebuah organisasi desentralistis, nyamankah Anda untuk mendelegasikan keputusan
dan tugas-tugas penting kepada bawahan Anda?
Formalisasi
Formalisasi (formalization)
mengacu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika
sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali
kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan
bagaimana dikerjakan. Karyawan diharapkan untuk selalu menangani input yang
sama dengan cara yang sama, serta akhirnya menghasilkan output yang konsisten
dan seragam. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi
tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan produser yang didefinisikan
secara tegas. Manakala tingkat formalisasi rendah, perilaku pekerjaan relatif
tidak terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan
diskresi mereka terkait dengan pekerjaan. Karena kebebasan seorang individu
atas pekerjaan berbanding terbalik dengan jumlah perilaku dalam pekerjaan yang
diprogram sebelumnya oleh organisasi, semakin besar standadisasi semakin kecil
input yang dimiliki karyawan mengenai bagaimana suatu pekerjaan harus
ditunaikan dalam perilaku-perilaku alternatif, tetapi juga menghapuskan
perlunya karyawan mempertimbangkan alternatif.
Desain
Organisasi yang Umum
Kita
sekarang beralih untuk menguraikan tiga dari beberapa desain organisasi yang
lazim digunakan: struktur sederhana, birokrasi, dan struktur matriks.
Struktur
Sederhana
Kesamaan apa yang dimiliki oleh sebuah toko ritel
kecil, perusahaan elektronik yang dikelola oleh seorang wirausahawan yang ulet,
dan maskapai penerbangan di tengah-tengah pemogokan pilot mereka? Barangkali,
mereka semua menggunakan struktur
sederhana (simple struktur).
Struktur
sederhana terutama dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya.
Struktur ini tidak rumit. Struktur sederhana memiliki kadar departementalisasi
yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang tersentralisasi pada
seseorang, dan sedikit formalisasi. Struktur sederhana adalah sebuah organisasi
“rata”; biasanya hanya memiliki dua atau tiga tingkatan vertikal, badan
karyawan yang longgar, dan satu individu yang kepadanya wewenang pengambilan
keputusan dipusatkan.
Kekuatan dari struktur ini
terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal untuk dikelola,
dan akuntabilitasnya jelas. Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini sulit
dijalankan dimanapun selain di organisasi kecil. Struktur sederhana menjadi
semakin tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena
formalisasinya yang rendah dan
sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) informasi di puncak. Ketika
bertambah besar, proses pengambilan keputusan biasanya menjadi semakin lambat
dan pada akhirnya bisa mandek sama sekali manakala eksekutif tunggal mencoba
untuk terus membuat seluruh keputusan. Hal ini sering menjadi awal dari
jatuhnya banyak usaha kecil. Ketika sebuah organisasi mulai mempekerjakan 50
atau 100 orang, sulit sekali bagi pemilik―manajer untuk membuat semua
keputusan. Jika strukturnya tidak diubah dan dibuat lebih rinci, perusahaan itu
akan kehilangan momentum dan akhirnya gagal. Kelemahan lain dari struktur
sederhana adalah bahwa struktur ini berisiko―segalanya bergantung pada satu
orang. Sekali saja sang pemimpin terkena serangan jantung maka dapat
menghancurkan pusat informasi dan pengambilan keputusan organisasi.
Birokrasi
Standarisasi
! Itulah konsep kunci yang mendasari semua birokrasi. Perhatikanlah bank tempat
Anda membuka rekening tabungan, pasar swalayan tempat Anda membeli pakaian atau
kantor-kantor pemerintah yang memungut pajak Anda, menerapkan peraturan
kesehatan atau menyediakan perlindungan kebakaran lokal. Mereka semua
mengandalkan proses kerja standar untuk koordinasi dan pengendalian.
Birokrasi
(bureaucracy) dicirikan dengan
tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan
dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam
berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit,
dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando. Sebagaimana dinyatakan dalam kutipan pembuka bab ini, birokrasi adalah sebuah kata yang
memiliki konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi
toh memiliki kesempatan untuk berbicara “dengan bahasa yang sama” diantara
rekan-rekan sejawat mereka. Lebih jauh, birokrasi bisa berjalan cukup baik
dengan manajer tingkat menengah dan
bawah yang mungkin kurang berbakat―dan, karena itu, lebih murah. Aturan dan
ketentuan yang jumlahnya banyak menggantikan kebebasan manajerial. Operasi
standar, ditambah dengan formalisasi yang tinggi, memungkunkan pengambilan
keputusan terpusat. Karena itu, sedikit sekali dibutuhkan pengambilan keputusan
yang inovatif dan berpengalaman di bawah tingkat eksekutif senior.
Salah satu kelemahan utama birokrasi
diilustrasikan dalam dialog berikut di antara empat orang eksekutif di satu
perusahaan: “Anda tahu, tak ada yang terjadi di tempat ini sampai kita menghasilkan sesuatu,” kata eksekutif
produksi. “Keliru,” komentar manajer penelitian dan pengembangan, “yang benar,
tidak ada yang terjadi sampai kita mendesain
sesuatu!” “Apa yang Anda berdua bicarakan?” tanya eksekutif pemasaran. “Tak ada yang terjadi di sini
sampai kita menjual sesuatu!” Akhirnya, manajer pembukuan yang jengkel
mananggapi, “Tidak jadi soal apa yang Anda hasilkan, desain, atau jual. Tak
seorang pun yang tahu apa yang terjadi sampai kita menghitung hasilnya!” Percakapan ini menunjukan fakta bahwa
spesialisasi bisa menciptakan konflik-konflik subunit. Tujuan unit fungsional
dapat mengalahkan tujuan keseluruhan organisasi.
Kelemahan besar lain dari birokrasi adalah sesuatu yang
kita semua pernah alami suatu kali ketika harus berhadapan dengan mereka yang
bekerja di organisasi-organisasi semacam ini: berlebihan dalam mengikuti
aturan. Ketika ada kasus-kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan,
tidak ada ruang untuk modifikasi. Birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan
menghadapi masalah-masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada
aturan keputusan terprogram yang mapan.
Struktur
Matriks
Ilihan
desain organisasi lain yang populer adalah struktur
matriks (matrix structure). Anda
akan menemukan struktur ini digunakan di agen-agen periklanan, perusahaan
pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan, perusahaan
konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, universitas, perusahaan
konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan. Pada hakikatnya, struktur matriks
menggabungkan dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan departementalisasi
fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialis, yang meminimalkan
jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber-sumber
daya khusus untuk seluruh produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya
mengoordinasitugas para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka
rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Departementalisasi produk, di lain
pihak, memiliki keuntungan dan kerugian yang berlawanan. Departementalisasi ini
memudahkan koordinasi di antara para spesialis untuk menyelesaikan tugas tepat
waktu dan memenuhi target anggaran. Lebih jauh, departementalisasi ini
memberikan tanggung jawab yang jelas atas semua kegiatan yang terkait dengan
sebuah produk, tetapi dengan duplikasi kegiatan biaya. Matriks berupaya menarik
kekuatan tersebut, sembari menghindari kelemahan-kelemahan mereka
Gambar 2. Struktur Maatriks di
sebuah Sekolah Tinggi Administrasi Bisnis
Program
|
Sarjana S1
|
Magister
|
Doktor
|
Riset
|
Pengembangan
|
Pengabdian
|
||
Jurusan
|
Eksekutif
|
|||||||
Akuntansi
|
||||||||
Keuangan
|
||||||||
Sistem Informasi dan pengambilan keputusan
|
||||||||
Manajemen
|
||||||||
Pemasaran
|
||||||||
Karateristik struktural paling nyata
dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando. Karyawan dalam
struktur matriks memiliki dua atasan―manajer departemen fungsional dan manajer
produk. Karena itu, matriks memilki rantai komando ganda.
Gambar 2 memperlihatkan bentuk
matriks sebagaimana digunakan di sebuah sekolah tinggi administrasi bisnis.
Departemen akademis yang terdiri atas akuntansi, sistem informasi dan
pengambilan keputusan, pemasaran, dan sebagainya merupakan unit fungsional. Selain
itu, berbagai program spesifik (yaitu, produk) menjalankan beberapa fungsi
sekaligus. Dengan demikian, para anggota dalam sebuah struktur memiliki tugas
ganda—kepada departemen fungsional dan kepada kelompok produk. Sebagai contoh,
seorang profesor akuntansi yang sedang mengajar mata kuliah untuk program
sarjana bertanggung jawab kepada direktur program sarjana dan juga kepada ketua
departemen akuntansi.
Ada keuntungan lain dari matriks.
Matriks memudahkan penempatan para apesialis secara afisien. Ketika
individu-individu yang memiliki ketrampilan tertentu dimasukkan ke satu
departemen fungsional atau kelompok produk, bakat mereka termonopoli dan kurang
termanfaatkan secara penuh. Matriks mencapai keuntungan skala ekonomi dengan
cara menyediakan sumber-sumber daya terbaik maupun ccara yang efektif bagi
organisasi untuk memastikan penggunaan sumber daya tersebut secara efisien.
Kelemahan
utama matriks terletak pada kebingungan yang diciptakannua, kecenderungannya
untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasaan, dan stres yang dirasakan para
individu. Ketika Anda membuang konsep kesatuan komando, ambiguitas meningkat
secara sigfnifikan, dan ini sering kali menyebabkan munculnya konflik. Sebagai
contoh, sering tidak jelas siapa harus bertanggung jawab kepada siapa, dan
bukanlah hal aneh bagi para manajer produk untuk memperebutkan para spesialis
terbaik agar bekerja di departemen mereka. Kebingungan dan ambiguitas ini juga
menciptakan benih-benih perjuangan meraih kekuasaan. Birokrasi mengurangi
potensi perebutan kekuasaan dengan aturan main yang jelas. Ketika aturan itu
“bisa diperebutkan”, muncullah perjuangan meraih kekuasaan antara manajer
fungsional dengan manajer produk. Bagi individu yang menginginkan rasa aman dan
tiadanya ambiguitas, suasana kerja seperti ini dapat menimbulkan rasa stres.
Mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada lebih dari atasan memunculkan konflik
peran, sementara ekspektasi yang tidak jelas mendatangkan ambiguitas peran.
Rasa nyaman yang bisa diperoleh dari kepastian birokrasi tidak ada, digantikan
oleh rasa tidak aman dan stres.
Pilihan-pilihan Desain Baru
Selama satu atau dua
dasawarsa lalu, para manajer senior di sejumlah organisasi telah bekerja untuk
mengembangkan pilihan-pilihan struktural baru yang bisa lebih membantu perusahaan
mereka untuk bersaing secara efektif. Di bagian ini, akan dibahas tiga desain
struktural tersebut: struktur tim,
organisasi virtual, dan organisasi
nirbatas
Sruktur Tim
Ketika
manajemen menggunakan tim sebagai koordinasi sentral, Anda memiliki sebuah organisasi
horizontal atau struktur tim (team structure). Karakter utama struktur
tim adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga
mendorong karyawan untuk menjadi generalis sekaligus spesialis.
Umumnya,
terutama di antara organisasi-organisasi besar, struktur tim melengkapi apa
yang biasanya merupakan sebuah birokrasi. Ini memungkinkan organisasi untuk
mencapai efisiensi dari standardisasi birokrasi sekaligus mendapatkan
fleksibilitas yang disediakan oleh tim. Untuk meningkatkan produktivitas pada
tingkat operasi, misalnya, perusahaan-perusahaan seperti DaimlerChrysler,
Motorola, dan Xerox telah banyak memanfaatkan tim swakelola. Sebaliknya, ketika
berbagai perusahaan seperti Boeing perlu mendesain produk baru atau
mengoordinasika proyek besar, mereka akan menyusun struktur aktivitas dalam
tim-tim lintas fungsi.
Organisasi
Virtual
Mengapa
harus memiliki kalau Anda bisa menyewa ? Pertanyaan ini secara akurat
menggambarkan hakikat dari organisasi
virtual (virtual organization),
terkadang juga disebut organisasi jaringan
atau modular, yang biasanya
merupakan organisasi inti kecil yang lalu menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama
bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi virtual sangat sentralistis, dengan
sedikit departementlisasi atau tidak sama sekali.
Organisasi virtual ini telah
membangun jaringan hubungan yang memungkinkan mereka menyubkontrakkan kegiatan
manufaktur, distribusi, pemasaran, atau fungsi bisnis apa pun lainnya karena
manajemen merasa bahwa pihak lain dapat melakukannya secara lebih baik atau
murah. Organisasi virtual berbeda sekali dengan birikrasi tipikal yang memilki
banyak tingkatan manajemen vertikal, di mana kendali diperoleh melalui kepemilikan.
Dalam organisasi yang disebut terakhir ini, penelitian dan pengembangan
dilakukan secara internal, produksi berlangsung di pabrik milik perusahaan,
serta penjualan dan pemasaran dijalankan oleh karyawan perusahaan itu sendiri.
Untuk mendukung seluruh kegiatan ini, manajemen harus mempekerjakan staf
tambahan, termasuk akuntan, spesialis SDM, dan pengacara. Namun, organisasi
virtual menyubkontrakkan banyak dari fungsi ini dan konsentrasi pada hal
terbaik yang dapat dilakukannya.
Gambar 2 memperlihatkan sebuah
organisasi virtual di mana manajemen menyubkontrakkan semua fungsi utama
bisnisnya. Inti dari organisasi itu adalah sekelompok kecil eksekutif yang
bertugas mengawasi langsung segala kegiatan yang dilakukan secara internal dan
mengoordinasikan hubungan dengan organisasi lain yang membuat,
mendistribusikan, dan menjalankan fungsi-fungsi krusial lainnya untuk
organisasi virtual itu. Pada hakikatnya, para manajer dalam struktur virtual
menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk melakukan koordinasi dan
mengontrol hubungan eksternal, biasanya melalui jaringan komputer.
Kekuatan
utama organisasi virtual terletak pada fleksibilitasnya. Kelemahan terbesar
struktur ini adalah bahwa ia mengurangi kendali manajemen atas bagian-bagian
terpenting dari bisnisnya.
Organisasi
Nirbatas
Organisasi
nirbatas merupakan sebuah organisasi yang berusaha menghilangkan rantai
komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan
tim yang diperdayakan. Karena perusahaan itu sangat mengandalkan teknologi
informasi, sebagian kalangan menyebut struktur ini organisasi T-form (atau berbasis teknologi)
Bila
berjalan penuh, organisasi nirbatas juga menghapuskan hambatan-hambatan ke
konstituen eksternal (pemasok, pelanggan, pembuat peraturan, dan sebagainya)
dan hambatan-hambatan yang tercipta karena faktor geografis. Globalisasi,
aliansi strategis, hubungan pelanggan-organisasi, dan telecommuting (bekerja dari rumah dengan menggunakan jaringan
komputer) semuanya adalah contoh praktik yang meminimalkan batas-batas
eksternal.
Gambar 2: Organisasi
Virtual
Mengapa
Struktur Berbeda-beda ?
Pada
bagian-bagian sebelumnya, telah dijelaskan beragam desain organisasi, mulai
dari birokrasi yang sangat terstruktur dan terstandardisasi sampai organisasi
nirbatas yang longgar dan nyaris tanpa bentuk. Desain-desain lain yang juga
telah dibahas cenderung ada di antara kedua ekstrem ini.
Gambar
3 merekonseptualisasi pembahasan sebelumnya dengan menyajikan dua model ekstrem
dari desain organisasi. Ekstrem pertama disebut model mekanistis (mechanistic
model). Model ini umumnya sinonim dengan birokrasi karena memilki
departementalisasi yang banyak, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi
yang terbatas (kebanyakan komunikasi berjalan ke bawah), dan rendahnya tingkat
partisipasi anggota tingkat bawah dalam pengambilan keputusan. Pada ekstrem
lain, terdapat model organik (organic model). Model ini sangat mirip
dengan organisasi nirbatas: rata, menggunakan tim lintas hierarki dan lintas
fungsi, memilki formalisasi yang rendah, memiliki jaringan informasi yang
komprehensif (menggunakan komunikasi yang berjalan ke samping, ke atas, dan
juga ke bawah), dan melibatkan partisipasi tinggi dalam pengambilan keputusan.
Strategi
Struktur
organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai
sasarannya. Karena sasaran diturunkan dari strategi orgainsasi secara
keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus terkait erat. Tepatnya,
struktur harus mengikuti strategi jika manajemen melakukan perubahan signifikan
dalam stretegi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung
dan mendukung perubahan ini.
Sebagian besar kerangka strategi
dewasa ini terfokus pada tiga dimensi strategi―inovasi, minimalisasi biaya, dan
imitasi—dan pada desain struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing
dimensi.
Model Mekanistis Model
Organik
·
Spesialisasi ●
Tim lintas fungsi
·
Departementalisasi kaku ●
Tim lintas hierarki
·
Rantai komando jelas ●
Aliran informasi bebas
·
Rentang kendali sempit ●
Rentang kendali lua
·
Sentralisasi ●
Desentralisasi
·
Formalisasi tinggi ●
Formalisasi rendah
Gambar 3: Model Mekanistis
vs Model Organik
Sejauh
mana sebuah organisasi memperkenalkan produk atau jasa baru andalannya ? strategi inovasi (innovation strategy) tidak berarti sekedar perubahan sederhana atau
riasan dari penawaran, sebelumnya tetapi lebih merupakan inovasi yang bermakna
dan unik. Jelas, tidak semua perusahaan melakukan inovasi.
Sebuah organisasi yang menjalankan strategi minimalisasi biaya (cost minimization strategy) secara ketat
mengontrol biaya, mencegah timbulnya pengeluaran-pengeluaran untuk inovasi atau
pemasaran yang tidak perlu, dan memengkas harga dalam menjual produk dasar.
Organisasi-organisasi
yang menjalankan strategi imitasi (imitation strategy) atau meniru, mencoba
memanfaatkan yang terbaik dari kedua strategi sebelumnya. Mereka mencoba meminimalkan
resiko dan memaksimalkan peluang untuk mendapatkan laba. Strategi mereka adalah
beralih ke produk-produk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitasnya
teruji oleh inovator. Mereka mempelajari gagasan yang berhasil dari para
inovator lalu menirunya.
Ukuran
Organisasi
Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa
ukuran sebuah organisasi secara signifikan memengaruhi strukturnya. Ssebagai
contoh, organisasi-organisasi besar―biasanya mempekerjakan 2.000 orang atau
lebih—cenderung memiliki lebih banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkat
vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun, hubungan
ini tidak bersifat linier. Alih-alih, ukuran mempengaruhi struktur dengan kadar
yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting tatkala organisasi
meluas. Mengapa demikian? Pada hakikatnya, bila ketika memiliki sekitar 2.000
karyawan, sebuah organisasi sudah menjadi cukup mekanistis. Tambahan 500
karyawan tidak akan berpengaruh banyak. Sebaliknya, menambahkan 500 karyawan
pada organisasi yang baru memiliki 300 anggota mungkin akan menyebabkan
pergeseran signifikan ke arah struktur yang lebih mekanistis.
Teknologi
Istilah
teknologi (technology) mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input
menjadi output. Setiap organisasi memiliki paling tidak satu teknologi untuk
mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik menjadi produk atau
jasa. Dalam bagian ini, kita akan melihat bahwa struktur organisasi
menyesuaikan diri dengan teknologi.
Banyak studi telah dilakukan untuk
meneliti hubungan teknologi-struktur. Detail berbagai studi itu sangat rumit,
sehingga kita langsung saja ke “intinya” dan berupaya merangkum apa yang kita
ketahui.
Tema umum yang membedakan teknologi
adalah derajat kerutinan-nya.
Maksudnya, apakah teknologi cenderung menjadi kegiatan yang rutin atau bukan.
Kegiatan yang rutin dicirikan oleh operasi otomatis dan terstandar. Kegiatan
yang tidak rutin memiliki beberapa penyesuaian. Kegiatan yang disebut terakhir
ini meliputi berbagai operasi seperti perbaikan mebel, pembuatan sepatu
pesanan, dan riset genetis.
Apakah
hubungan antara teknologi dan struktur? Meskipun keterkaitan tersebut tidak
begitu erat, kami menemukan bahwa tugas-tugas rutin diasosiasikan dengan
struktur yang lebih tinggi dan terdepartementalisasi. Namun, hubungan antara
teknologi dan formalisasi lebih kuat. Beberapa studi, secara konsisten, memperlihatkan
bahwa rutinitas diasosiasikan dengan adanya manual aturan, uraian pekerjaan,
dan dokuemntasi formal lainnya. Akhirnya, hubungan yang menarik ditemukan
antara teknologi dan sentralisasi. Sepertinya logis kalau teknologi rutin akan
diasosiasikan dengan struktur yang sentralistis, sementara teknologi non-rutin,
yang lebih mengandalkan pengetahuan para spesialis, akan dicirikan dengan
wewenang keputusan yang didelegasikan. Ada beberapa kalangan yng mendukung
pendapat ini. Namun, kesimpulan yang lebih bisa digeneralisasi adalah bahwa
hubungan teknologi-sentralisasi dimoderatkan oleh derajat formalisasi.
Ketentuan formal maupun pengambilan keputusan yang sentralistis jika terdapat
aturan dan ketentuan yang minim. Namun, jika derajat formalisasinya tinggi,
teknologi rutin dapat didampingi dengan desentralisasi. Jika, prediksi kita
adalah bahwa teknologi rutin akan mengarah ke sentralisasi, tetapi hanya jika
derajat formalisasinya rendah.
Lingkungan
Lingkungan (environment) sebuah organisasi terbentuk
dari lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi
memengaruhi kinerja organisasi. Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi
pemasok, pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok
tekanan publik, dan sebagainya.
Mengapa struktur sebuah organisasi
dipengaruhi oleh lingkungannya? Karena lingkungan selalu berubah. Beberapa
organisasi menghadapi lingkungan yang relatif statis―tak banyak kekuatan di
lingkungan mereka yang berubah. Misalnya, tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan
teknologi baru oleh pesaing baru saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari
kelompok-kelompok tekanan publik yang mungkin memengaruhi organisasi.
Organisasi-organisasi lain menghadapi lingkungan yang sangat dinamis—peraturan
pemerintah yang cepat berubah dan memengaruhi bisnis mereka, pesaing baru,
kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus berubah
terhadap produk dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan yang statis
memberi sedikit ketidakpastian bagi manajer dibanding lingkungan yang dinamis.
Karena ketidakpastian adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah organisasi,
manajemen akan mencoba meminimalkannya. Salah satu cara untuk mengurangi
ketidakpastian lingkungan adalah melalui penyesuaian struktur organisasi.
Penelitian terbaru telah membantu
memperjelas apa yang dimaksud dengan ketidakpastian lingkungan. Ditemukan
adanya tiga dimensi kunci dalam lingkungan organisasi: kemampuan (capacity), ketidakstabilan (volatility), dan kompleksitas (complexity).
Kemampuan
suatu lingkungan merujuk pada sejauh mana lingkungan tersebut dapat
mendukung pertumbuhan. Lingkungan yang kaya dapat melindungi organisasi pada
saat terjadinya kelangkaan. Kemampuan yang berlimpah, misalnya, memberi ruang
bagi sebuah seluruh organisasi untuk melakukan kesalahan, namun tidak demikian
halnya dengan kemampuan yang terbatas. Pada tahun 2004, perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bisnis peranti lunak mutimedia mendapatkan lingkungan yang
relatif berlimpah, sedangkan perusahaan pialang dengan layanan penuh menghadapi
kelangkaan relatif.
Kadar
ketidakstabilan dalam sebuah lingkungan tercakup dalam dimensi volatilitas. Ketika derajat perubahan
yang tak dapat diprediksi tinggi, lingkungan digolongkan dinamis. Ini
menyulitkan manajemen untuk secara akurat memprediksi probabilitas yang
menyertai berbagai alternatif keputusan.
Terakhir, lingkungan perlu dinilai
dalam hal kompleksitas—yaitu, kadar
heterogenitas dan konsentrasi di antara elemen-elemen lingkungan. Lingkungan
sederhana bersifat homogen dan terkonsentrasi. Contoh dari lingkungan sederhana
adalah industri tembakau, yang relatif memiliki sedikit pemain. Mudah bagi
perusahaan-perusahaan di dalam industri ini untuk mengamati persaingan.
Sebaliknya, lingkungan yang dicirikan oleh heterogenitas dan penyebaran luas
disebut kompleks. Pada hakikatnya, ini merupakan lingkungan baru bagi
perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam bisnis koneksi Internet. Setiap hari,
tampak adanya (“orang baru” “new kid on
the block” lain yang dengannya penyedia akses Internet saat ini harus
berhubungan.
Stabil
Melimpah
Sederhana Kompleks
Langka
Dinamis
Gambar 4: Model
Lingkungan Berdimensi Tiga
Pada
gambar 4 merangkum definisi lingkungan beserta ketiga dimensinya. Panah-panah dalam
tampilan tersebut menunjukkan gerakan kearah ketidakpastian yang lebih tinggi.
Karenanya, organisasi-organisasi yang beroperasi di lingkungan yang dicirikan
oleh kelangkaan, dinamisme, dan kekompleksan menghadapi derajat ketidakpastian
paling besar. Mengapa? Karena organisasi-organisasi tersebut memiliki sedikit
ruang untuk kesalahan, ketidakpastian yang tinggi, dan beragam elemen di
lingkungan untuk di pantau terus-menerus.
Berdasarkan
definisi tiga dimensi lingkungan ini, dapat menarik beberapa kesimpulan umum.
Ada petunjuk yang mengaitkan derajat ketidakpastian lingkungan dengan penataan
struktur yang berbeda. Tepatnya, semakin langka, dinamis, dan kompleks
lingkungan, semakin organik sebuah struktur jadinya. Semakin berlimpah, stabil,
dan sederhana lingkungan, struktur mekanistis akan lebih disukai.
Desain Organisasi dan Perilaku Karyawan
Pembahasan
ini dibuka dengan menyiratkan bahwa struktur organisasi bisa memiliki efek yang
signifikan terhadap anggota-anggotanya. Di bagian ini, kita akan melihat
langsung apa saja kemungkinan efek tersebut.
Sebuah ulasan mengenai bukti yang
mengaitkan struktur organisasi dengan kinerja dan kepuasan karyawan membawa
kita pada kesimpulan yang cukup jelas—Anda tidak bisa melakukan generalisasi!
Tidak semua orang lebih menyukai kebebasan dan fleksibilitas dalam struktur
organisasi. Sebagian orang bisa produktif dan merasa puas ketika tugas-tugas
pekerjaan dibakukan dan ambiguitas diminimalkan—artinya, struktur yang
digunakan bersifat mekanistis. Karenanya, setiap pembahasan mengenai efek
desain organisasi terhadap perilaku karyawan harus mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan individual. Untuk mengilustrasikan hal ini, mari kita
perhatikan preferensi karyawan pada spesialisasi pekerjaan, rentang kendali,
dan sentralisasi.
Bukti-bukti umum menunjukkan bahwa spesialisasi pekerjaan memberikan
kontribusi pada kinerja karyawan yang lebih tinggi, tetapi hal itu juga
mengurangi kepuasan kerja. Namun, pernyataan ini mengabaikan berbagai perbedaan
individual dan jenis pekerjaan yang orang lakukan. Sebagaimana telah dinyatakan
sebelumnya, spesialisasi pekerjaan bukan merupakan cara yang selalu berhasil
untuk mendapatkan produktivitas mulai memburuk, ketika pemborosan sumber daya
manusia dalam melakukan tugas-tugas yang sempit dan berulang lebih besar
daripada ekonomi spesialisasi. Karena tenaga kerja sudah semakin tinggi
pendidikannya dan sangat mengharapkan pekerjaan yang secara intrinsik
menyenangkan, titik di mana produktivitas mulai menurun tampaknya dicapai lebih
cepat dibanding beberapa dasawarsa yang lalu.
Meskipun dewasa ini lebih banyak
orang, tidak diragukan lagi, merasa bosan dengan pekerjaan yang sangat
terspesialisasi dibanding orang tua atau kakek-nenek mereka, merupakan hal yang
naif untuk mengabaikan menyataan bahwa masih ada segmen tenaga kerja yang lebih
menyukai hal-hal rutin dan berulang dari pekerjaan yang sangat terspesialisasi.
Sebagaian individu menginginkan pekerjaan yang mengandung tuntutan intelektual
yang minim dan memberikan rasa aman karena bersifat rutin. Bagi mereka,
spesialisasi pekerjaan yang tinggi adalah sumber kepuasan kerja. Persoalan
empirisnya, tentu saja, adalah apakah mereka mewakili 2 persen tenaga atau 52
persen. Dengan adanya kebebasan pribadi dalam memilih karier, kita bisa
menyimpulkan bahwa akibat-akibat perilaku negatif yang dipicu oleh tingkat
spesialisasi yang tinggi kemungkinan besar muncul dalam posisi profesional yang
diduduki oleh individu-individu yang kebutuhannya akan perkembangan pribadi dan
keragaman tinggi.
Sebuah penilitian menunjukkan bahwa
aman untuk mengatakan tidak ada bukti yang mendukung relasi antara rentang kendali dan kinerja karyawan.
Meskipun secara naluriah menarik untuk beranggapan bahwa rentang yang besar
bisa menghasilkan kinerja karyawan yang lebih tinggi karena rentang yang besar
memberi lebih benyak pengawasan jarak jauh dan lebih banyak peluang bagi
inisiatif pribadi, penelitian itu tidak serta-merta mendukung pandangan ini.
Karenanya, mustahil untuk menyatakan bahwa satu rentang kendali tertentu adalah
yang terbaik untuk menghasilkan kinerja atau tingkat kepuasan yang tinggi
diantara para karyawan. Lagi-lagi alasannya barangkali adalah perbedaan
individual. Itu berarti, sebagian orang senang ditinggal sendiri, sementara
yang lain lebih menyukai rasa aman dengan adanya seorang atasan setiap saat.
Sejalan dengan teori-teori kemungkinan tentang kepemimpinan, kami berharap
faktor-faktor seperti pengalaman dan kemampuan karyawan serta kadar struktur
dalam tugas-tugas mereka menjelaskan kemungkinan kapan rentang kendali yang
luas atau sempit memberikan kontribusi terhadap kinerja dan kepuasan kerja
mereka. Nemun, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja seorang
manajer meningkat seiring bertambahnya jumlah karwayan yang ia supervisi.
Kami menemukan bukti cukup kuat yang
mengaitkan sentralisasi dengan
kepuasan kerja. Secara umum, organisasi-organisasi yang tidak terlalu
sentralistis menjalankan proses pengambilan keputusan yang parsitipatif. Bukti
yang sama menunjukkan bahwa pengambilan keputusan secara paritipatif
berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Tetapi, lagi-lagi, perbedaan
individu muncul. Hubungan desentralisasi-kepuasan paling kuat pada karyawan
yang memiliki tingkat kepercayaan diri (self-esteem)
yang rendah. Karena kurang yakin terhadap kemampuan mereka sendiri,
individu-individu yang memiliki kepercayaan diri rendah lebih suka dan memilih
cara pengambilan keputusan bersama, yang berarti bahwa mereka tidak bertanggung
jawab sendirian atas hasil suatu keputusan.
Satu pemahaman yang perlu Anda
pegang sebelum kita meninggalkan topik ini: Orang tidak memilih di mana ia akan
bekerja secara asal-asalan. Ada bukti bahwa orang tertarik dengan, dipilih
oleh, dan bekerja di organisasi yang sesuai dengan karakter pribadi mereka.
Calon-calon pekerja yang lebih menyukai rasa aman dan kepastian, misalnya,
barangkali akan mencoba mencari dan menerima pekerjaan yang mekanistis,
sementara mereka yang lebih menginginkan otonomi akan mencari struktur organik.
Jadi, efek struktur terhadap perilaku karyawan tidak diragukan lagi berkurang
ketika proses seleksi memudahkan kesesuaian karakteristik individu dengan
karakteristik organisasi.
BAB
III
KESIMPULAN
Tema
dari pembahasan di atas adalah struktur internal sebuah organisasi memberikan
kontribusi dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku. Artinya, selain
faktor-faktor individual dan kelompok, kaitan struktural di mana orang bekerja
memiliki relevansi dengan sikap dan perilaku karyawan.
Apa dasar bagi argumen bahwa
struktur memiliki dampak terhadap sikap maupun perilaku? Hingga seberapa jauh
struktur sebuah organisasi mampu mengurangi ambiguitas yang dirasakan karyawan
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: “Apa yang mestinya saya lakukan?”
“Bagaimana saya diharapkan melakukannya?” “Kepada siapa saya bertanggungjawab?”
dan “Saya harus menemui siapa jika memiliki persoalan?” sedemikianlah struktur
organisasi membentuk sikap mereka serta memudahkan dan memotivasi mereka ke
tingkat kinerja yang lebih tinggi.
Tentu,
sampai tingkat tertentu, struktur juga dapat menghambat karyawan dan membatasi
serta mengendalikan apa yang mereka lakukan. Sebagai contoh, organisasi yang
sangat terstruktur dengan tingkat formalisasi dan spesialisasi yang tinggi.
Kepatuhan yang ketat dan rantai komando, delegai wewenang yang terbatas, dan
rentang kendali yang sempit membuat karyawan kurang memiliki otonomi.
Pengendalian dalam organisasi-organisasi seperti ini ketat, dan perilaku akan
cenderung seragam. Sebaliknya, organisasi-organisasi yang terstruktur dengan
spesialisasi terbatas, tingkat formalisasi yang rendah, rentang kendali yang
luas, dan semacamnya memberi karyawan kebebasan lebih besar dan, dengan
demikian, akan
dicirikan keragaman perilaku yang lebih besar.
dikaitkan
Menentukan oleh
Ganbar 5 secara visual merangkum apa
yang telah kita bahas dalam bab ini. Strategi, ukuran, teknologi, dan
lingkungan menentukan jenis struktur yang akan dimiliki sebuah organisasi.
Secara sederhana, kita dapat mengelompokkan desain struktural ke dalam satu
atau dua model: mekanistis atau organik. Efek khusus dari desain struktural
terhadap kinerja dan kepuasan dimoderasikan oleh perbedaan individual karyawan
dan norma-norma kurtural.
Satu hal terakhir: Para manajer
perlu diingatkan bahwa variabel-variabel struktural seperti spesialisasi
pekerjaan, rentang kendali, formalisasi, dan sentralisasi adalah ciri-ciri
objektif yang dapat diukur oleh para peneliti organisasi. Berbagai temuan dan
kesimpulan yang telah kita tarik dalam bab ini, sebenarnya, adalah hasil
langsung dari karya para peneliti tersebut. Namun, karyawan tidak mengukur
secara objektif ciri-ciri struktural ini. Mereka mengamati hal-hal yang ada
disekitar mereka dengan cara yang tidak alamiah dan kemudian membentuk model
implisit sendiri tentang struktur organisasi mereka. Berapa oarang yang
mewawancarai mereka sebelum mereka mendapatkan pekerjaan itu? Berapa orang
bekerja di divisi dan gedung mereka? Adakah manual kebijakan organisasi? Jika
ada, apakah manual itu bisa diakses dengan mudah dan apakah orang-orang
mentaatinya dengan cermat? Bagaimana organisasi dan manajemen puncaknya
digambarkan di surat kabar dan terbitan berkala? N Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan semacam ini, bila dikombinasikan dengan pengalaman masa
lalu karyawan dan komentar yang diberikan oleh rekan sejawat, membuat para
anggota membentuk citra utuh yang subjektif mengenai struktur organisasi
mereka. Namun, cerita ini mungkin sama sekali tidak m irip dengan karakteristik
struktural objektif yang sebenarnya dari organisasi.
Model
implisit dari srtuktur organisasi (implicit
models of organizational) ini tidak boleh diabaikan. Orang lebih cenderung
menanggapi persepsi mereka sendiri daripada realitas objektif. Penelitain
mengenai hubungan antara berbagai variabel struktural dan tingkat kinerja atau
kepuasan kerja, misalnya, jauh dari konsisten. Kita mengetahui bahwa sebagian
dari hal ini dikarenakan perbedaan-perbedaan individual. Namun, penyebab
tambahan yang turut berkontribusi terhadap temuan-temuan yang tidak konsisten
ini barangkali adalah beragamnya persepsi mengenai karakteristik objektif. Para
peniliti biasanya berfokus pada tingkat-tingkat sebenarnya dari berbagai
komponen struktural, tetapi ini mungkin tidak relevan jika orang-orang
menafsirkan komponen-kompone yang serupa secara berbeda. Oleh karena itu, hasil
akhirnya, adalah memahami bagaimana karyawan mwnafsirkan struktur organisasi
mereka. Pemahaman itu akan menjadi “peramal” perilaku mereka yang lebih akurat
daripada karakteristik objektif itu sendiri.
0 Komentar