Kumpulan Tugas : Hofstedes Cultural Dimension

TUGAS
PERILAKU ORGANISASIONAL
Hofstedes Cultural Dimension (Teori Dimensi Budaya Hofstedes)

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Budaya mempunyai pengertian yang cukup luas dan dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Hofstede, sebuah bangsa memiliki budaya. Hofstede sendiri telah mengklaim telah sukses menyingkap rahasia kebudayaan bangsa tersebut dalam lima dimensi yang dapat digambarkan secara hirarki. Pada tahun 1994, ia juga mengklaim skala penerimaan dari notasinya mengenai kebudayaan bangsa yang disebutnya sebagai perubahan paradigma yang nyata telah terjadi. Hofstede dalam penelitiannya mengelompokkan masyarakat yang satu dengan masyarakat lain yang kemudian dibedakan budayanya dari berbagai aspek termasuk budaya toleransi kekuasaan atau (power distance).
Budaya akan dapat mempengaruhi persepsi karir seseorang meskipun pada tingkat analisis individual. Dari tingkat analisis individual, budaya pada umumnya akan mempengaruhi anggota organisasi termasuk mempengaruhi gaya kepemimpinan atau leadership style.
Geert Hofstede (Gerard Hendrik Hofstede) lahir pada 2 oktober 1928 di Haarlem,Belanda. Beliau merupakan peneliti Belanda yang berpengaruh di bidang studi organisasi danbudaya organisasi lebih konkrit, ekonomi budaya dan manajemen. Beliau merupakan pelopor terkenal dengan penelitiannya “lintas budaya kelompok dan organisasi” dan memainkan peran utama dalam mengembangkan kerangka kerja sistematis untuk menilai dan membedakan budaya nasional dan organisasi.


1.2 Perumusan Masalah

  Dari urairan maka dapat di rumuskan  yang di hadapi sebagai berikut:
1. Apakah isi teori budaya dari Hofstede ?
2. Bagaimana penerapan teori budaya dari Hofstede ?



BAB II
Isi

2.1 Teori Dimensi Budaya

“Cultural Dimension Theory” (Hofstede) menyebutkan kelompok-kelompok budaya nasional dan regional mempengaruhi prilaku masyarakat dan organisasi. Adapun dimensi yang dimaksud teori tersebut yakni :


1. Power Distance

Jarak Kekuasaan menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat dalam kekuasaan. Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan. Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka.
Jarak kekuasaan akan mempengaruhi setara atau tidaknya setiap orang.Misalnya, di Indonesia sendiri budaya senioritas menunjukkan bahwa ada jarak kekuasaan yang tinggi, yang menyebabkan tidak setaranya setiap orang dalam organisasi.


2. Individualism/Individualisme vs Collectivism

Kolektivisme menyangkut ikatan di masyarakat. Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggotaanggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya” atau "kami".
Pada masyarakat yang individual setiap pihak diharapkan mengurus dirinyasendiri dan keluarganya secara mandiri. Misalnya di Indonesia ada budaya gotong royong yang berbeda hingga nantinya dalam organisasi memudahkan pemberian tugas dalam organisasi.


3. Masculinity/Maskulin vs Femininity

Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah Pada budaya maskulin yang ditonjolkan adalah ketegasan dan kompetitif,sedangkan pada feminim adalah kesopanan dan perhatian.

4. Uncertainty Avoidance
Penghindaran Ketidakpastian yang menunjukkan rasa nyaman suatu budaya terhadap ketidakpastian.Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidak pastian memiliki konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi mereka.
Contohnya, Wirausaha merupakan pekerjaan yang menuntut kita untuk dapatmenghadapi ketidakpastian. Di Indonesia sendiri, khususnya bali Wirausaha kurang diminati oleh kaum pribumi karena budaya yang takut akan resiko dan ketidakpastian.

5. Long-term Orientation
Orientasi Jangka Panjang menyangkut pola pikir masyarakat.Hal ini dapat dilihat dari kerjasama orang asia yang harus menjalin hubungankekeluargaan sebelum nantinya membicarakan kerjasama bisnis. Ini disebabkankarena orang asia lebih berorientasi ke masa depan/jangka panjang. Beda denganorang Eropa yang memiliki semboyan time is money yang berarti mereka ingin secepatnya melakukan kerjasama agar lebih cepat mendapat keuntungan.


Semangat penelitian Hofstede (dalam Gibson & Ivanicevich & Donnely 1996)
ini mengundang perkembangan telaah budaya organisasi yang semakin meluas dikalangan teoritisi organisasi dan manajemen. Namun demikian beberapa kritik tetap
dilontarkan berkaitan dengan keterbatasan penelitian tersebut untuk digeneralisasikan,
serta keraguan akan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dipergunakan.
Selain itu, kritik terutama tertuju pada kemampuan empat dimensi tersebut menjelaskan
budaya yang sesungguhnya sehingga dianggap kurang mampu menjelaskan fenomena
budaya yang jauh lebih kompleks.

2.2 Penerapan Teori Budaya
Analisis
Studi kasus penelitian ini adalah perguruan tinggi swasta di Bandung. Perguruan Tinggi swasta tersebut telah berdiri dari tahun 2002. Memiliki staf, karyawan, dosen sebanyak 200 orang. Untuk melakukan survey OCAI dan Hofstede ini, mengambil responden sebanyak 10%, yaitu sebanyak 20 orang.

Analisis Hofstede

Gambar 1. Grafik Hasil Kuesioner Dengan Cara Hofstede
Keterangan
1. Dengan nilai PDI sebesar 26.49 menunjukkan bahwa institusi tersebut mempunyai distribusi kekuatan yang merata. Hal ini menunjukkan ada kesetaraan diantara individu-individu yang berbeda jabatan.
2. Dengan nilai IDV sebesar 75.50 menunjukkan bahwa individu dalam institusi tersebut memiliki sifat individualistis berbanding dengan kolektif.
3. Nilai MAS sebesar 57,42 menunjukkan bahwa sifat maskulinitas di dalam mayoritas individual dalam organisasi mempunyai pengaruh yang kuat dibanding dengan feminin.
4. Nilai UAI sebesar 75,25 menunjukkan bahwa institusi tersebut mempunyai konsentrasi mengarah ke hal-hal yang lebih dapat memiliki kepastian.
5. Nilai LTO sebesar 48 menunjukkan institusi lebih berkonsentrasi dalam hal-hal yang mempunyai sifat jangka panjang.


BAB III
PENUTUP

Teori budaya dari Hofstede sangat relevan bila diterapkan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi, karena budaya dapat mempengaruhi anggota organisasi termasuk mempengaruhi gaya kepemimpinan.
Penelitian penilaian karakter setiap individu dalam suatu Organisasi mampu menjelaskan masalah-masalah yang timbul akibat sumber daya manusia.


Daftar Pustaka
http://yudiagusta.files.wordpress.com
http://eprints.undip.ac.id
http://knsi2010.stikom-bali.ac.id

Posting Komentar

1 Komentar

  1. boss ini kok gak bisa dicopas? terus gimana cara gue buat tugas. kalo buat blog yg niat dikit lah

    BalasHapus