Fenomena Aktual Ekonomi internasional



Fenomena Aktual Ekonomi internasional
Fenomena Aktual Ekonomi internasional

Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean adalah penyatuan mata uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang tunggal. Hal tersebut di lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan ekonomi eropa memberlakukan kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara implisit kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.

Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi bersama).Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah keberadaan European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan European Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses kearah penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of Rome (1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus ditempuh dalam rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi penting yang melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area atau OCA di ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi dan Mauro. Mereka berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama dengan Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.

Aspek tersebut adalah:

1.      Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh share perdagangan internal terhadap GDP).
2.      Komposisi perdagangan berdasarkan type produk. Dengan berlangsungnya transisi ekonomi, negara-negara di wilayah ini (kecuali Singapura) memiliki tendensi sebagai Negara manufaktur.
3.      Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak goncangan adalah lebih besar di ASEAN tetapi kecepatan pemulihan lebih tinggi di wilayah ini. Dengan demikian dapat dikatakan hasil bersih dari pola goncangan ekonomi semacam ini adalah cenderung netral.

Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini adalah :

a)      Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih tinggi dibandingkan Uni Eropa
b)      Diversifikasi perdagangan yang signifikan.

Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun proporsi masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency Area  Dengan Menggunakan Model Vector Error Correction bahwa setiap negara ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada level tertentu.

3.OCA index (Eichengreen dan Bayoumi, 1996) menunjukkan kesiapan negara ASEAN masih kalah dengan negara Eropa pra traktat Maastricth.

Disini ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN terhadap salah satu mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina misalnya, lebih cocok masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan Thailand cenderung kepada blok JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994), Kim dan Ryou (2001) dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi dalam penyatuan keuangan Negara-negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata uang anchor yang tunggal bagi mata uang negara ASEAN tersebut.

Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat dikatakan langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini, misalnya ASEAN, AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak 1967.

Namun demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat melalui kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca krisis keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih serius tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen diwilayah Asia (Wilson, 2002).

Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini merupakan wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap digunakan ketika dibutuhkan.

Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF dalam mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake holder utamanya, sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka ASEAN+3 suatu kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam bentuk pejanjian swap. Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives. Dari forum ini tampaknya terlihat adanya perkembangan kearah suatu instrument obligasi Asia. Dari sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini terlihat jauh lebih kaku Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember 1998, pemimpin wilayah ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas adopsi mata uang bersama. Namun baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk penelitian ini dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini dikenal dengan nama Kobe Research Project. Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan moneter adalah bergerak lamban, pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada. Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam suatu studinya berkesimpulan bahwa wilayah Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar OCA serta telah memiliki kesiapan yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga mengusulkan hal yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu komitmen politik untuk memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat dilihat misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005). Syarat dan kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern secara komprehensif diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya yang berjudul A Theory Of Optimum Currency Areas.

Secara ringkas teori tersebut menguraikan bahwa sekelompok negara dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang sendiri dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim nilai tukar tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA.

Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya signifikannya transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi yang tinggi, korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan tetap menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari penyatuan mata uang (berupa biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan kredibilitas kebijakan). Untuk mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang diperoleh para anggotanya dapat maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik OCA dimaksud (Mongeli, 2002).

Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer didalam teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah moneter bersama akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat karakteristik OCA, Frankel dan Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya: karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan kata lain sekelompok negara dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA.

1. Persyaratan Optimum Currency Area
  • Fleksibilitas harga dan upah
  • Mobilitas faktor produksi
  • Integrasi pasar keuangan
  • Tingkat keterbukaan ekonomi
  • Diversifikasi produksi dan konsumsi
  • Kesamaan tingkat inflasi
  • Integrasi fiscal
  • Integrasi politis

2. Karakteristik OCA Persyaratan Untuk OCA

Fleksibilitas harga dan upah didalam dan diantara negara OCA memperkecil penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan. Mobilitas faktor produksi, termasuk tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga factor produksi dan nilai tukar terhadap kejutan Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI, portfolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuian kejutan melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik.

Keberagaman tenaga kerja, sektor ekonomi dan produksi antar negaraOCA memperkecil penyesuaian Term Of Trade Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan stabil) antar negara OCA mendorong stabilitas term of trade dan menyeimbangkan current account. Sistem transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana ke negara yang membutuhkan. Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasama berbagai kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar Negara OCA.


3. Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi

  • Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas.
  • Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karena stabilitas harga dan akses dana yang lebih besar dari integrasi finansial.
  • Positive externality dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebih rendah serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif.

Posting Komentar

0 Komentar